Tari Garuda Wisnu Kencana

Disamping menggunakan gamelan gong gede sebagai pengiring musiknya, Tari Garuda Wisnu Kencana ini juga menggunakan rebab. Ditambahkan dalam Babad Bali Tari Garuda Wisnu adalah sebuah tari garapan baru yang menggambarkan perjalanan Dewa Wisnu, dewa kesuburan, untuk mencari tirta amerta. Dalam usaha mendapat tirta ini Dewa Wisnu dibantu oleh burung Garuda. Dalam tarian ini juga dilukiskan pertemuan Dewa Wisnu dengan saktinya, Dewi Laksmi, dan kegagahan Hyang Wisnu dalam memainkan senjata cakranya.
Dibawakan oleh 3 penari putra (sebagai burung Garuda) dan  penari putri (sebagai Dewi Laksmi dan Dewi Wisnu).

Ditampilkan pertama-kali dalam Peksiminas 1997 di Bandung dan PKB XX 1998 di Bali. Tari ini ditata oleh I Nyoman Cerita (koreografer) dan I Gde Arya Sugiartha (komposer).
Tari Garuda Wisnu Kencana

INDONESIA, BALI, GAMELAN ORCHESTRA, STRING INSTRUMENT (REBAB)

N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem

N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (N.L.N. Suasthi Widjaja) adalah seniman tari Bali kelahiran Denpasar 23 Mei 1946 seperti di kutip dalam disertasi N.L.N. Suasthi Widjaja "Dramatari Gambuh dan pengaruhnya pada Dramatari Opera Arja pada Universitas Gajah Mada

Dia adalah istri dari Bapak I Made Bandem yang menetap di jalan sandat Denpasar Bali.

Beberapa hasil karya tari dan drama N.L.N. Suasthi Widjaja
adalah :
- Tahun 1982, Tari Tantri.
- Tahun 1983, Dramatari Tantri.
- Tahun 1984, Angling Darma.
- Tahun 1984, Tari Belibis.
- Tahun 1985, Dramatari Kindama.
- Tahun 1987, Tari Cendrawasih.
- Tahun 1988, Tari Puspanjali.
- Tahun 1989, Sendratari Dalem Balingkang.
- Tahun 1990, Tari Siwa Nataraja.
- Tahun 1992, Rainbow Over Indonesia.
- Tahun 1993, Bali Nocturne.
- Tahun 1993, Tari Sekar Jagat.
- Tahun 1993, The Oracle of Bali.
- Tahun 1996, Tari Gebyar Indonesia.
- Tahun 1996, Tari Saraswati.
- Tahun 2003, Tari Gadung Kasturi.

Dan pada tahun 1977 s/d 1980 dia adalah pengajar tari Bali di Weslean University Connecticut USA dan sampai sekarang dia adalah pengajar di STSI (ISI) Denpasar. Pada tahun 1992 sampai tahun 1998 dia adalah kepala UPT Pusat dokumentasi seni lata Mahosadhi.


Foto Swasthi Wijaya Bandem

I Wayan Dibia

I Wayan Dibia merupakan seniman dan salah satu pencipta tari Bali. Beberapa hasil karyanya seperti : Tari Manuk Rawa yang diciptakan bersama I Wayan Beratha pada tahun 1981, Tari Puspa Wresti, Tari Wirayuda dll.


I Wayan Dibia dalam soas.ac.uk juga diceritakan, bahwa dia Lahir di Singapadu pada tahun 1948, ia menerima PhD dari University of California pada tahun 1992 dan menjadi guru besar bidang koreografi di STSI Denpasar pada tahun 1999. Dia juga sangat terkenal karena karyanya dalam tari kecak, seperti : Kecak Subali dan Sugriwa (1976) dan Kecak Dewa Ruci (1982). Ia juga berkolaborasi dengan Keith Terry untuk menghasilkan "the famous Body Tjak" yang terkenal pada tahun 1990.

Ia juga menjadi sosok sebagai penari dan musisi yang telah dikenal secara luas di seluruh Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.

Sebagai seorang akademisi, ia adalah penulis pada banyak artikel dalam buku tentang musik dan tari Bali.

I Wayan Dibia sedang menjelaskan tentang pembuatan topeng dalam tarian Bali.

I Ketut Mario

Profil tokoh I Ketut Mario dalam Denpasar Culture adalah sosok penari dan juga salah satu pencipta tarian Bali dan dia mulai belajar menari sejak tahun 1906. Saat belajar menari, usianya kira-kira sebaya dengan anak mulai masuk SD. Dengan demikian Mario diperkirakan lahir 1897. Ia bersaudara lima orang. Orangtuanya hidup dari bercocok tanam. Ketika hasil pertanian kurang baik dan ditambah lagi entah bagaimana kondisi Denpasar kala itu, orangtuanya pindah ke Tabanan. Kurang jelas pula kapan meninggalnya sang ayah, dan hanya ibunyalah yang membesarkannya dengan menjadi abdi di Puri Kaleran Tabanan. Berkat pengabdiannya itu, diberilah tempat tinggal.

Dalam pengabdiannya di Puri Kaleran, tentu I Ketut Mario melakukan segala aktivitas abdi di puri termasuk belajar menari. Anak Agung Made Kaleran melihat Mario punya bakat di bidang menari. Tahun 1906 Mario belajar tari pada dua orang guru tari, yakni Pan Candri dan Salit dari Mengwi Gede. Dengan cepat tarian Sisia Calonarang dapat dikuasainya. Tariannya menawan, gerakannya berkarakter sehingga penggemar Calonarang mengaguminya.

Setelah Sekeka Gong Pangkung terbentuk, Mario ikut bergabung dengan penari-penari seperti I Gusti Rai Geredeg, I Nengah Gawang, dan Wayan Cekeg. Di sekeha gong inilah nama Mario mulai dikenal. Bakat yang dimiliki Mario di bidang tari dan tabuh berkembang sejak dia bergabung dalam Sekeha Gong Pangkung. Di sinilah Mario belajar, berlatih, kemudian mencipta. Ketekunannya membuahkan hasil. Tari Terompong, Tari Kebyar Duduk, Tari Oleg Tambulingan, Tari Sabungan Ayam, Tari Ngejuk Capung dan Tari Kakelik, merupakan hasil daya ciptanya yang diwariskan kepada dunia seni Bali.

Kepekaan perasaan, imajinasi dan ketajaman pikiran I Ketut Mario dalam berkesenian telah menghasilkan karya yang membuat namanya abadi dalam dunia seni tari. Tahun 1958 dia melanglang buana berkat karya seninya. Paris, Amsterdam, London, beberapa kota di AS dan Kanada telah menjadi saksi kepiawaiannya. Tahun 1962 kembali keliling Amerika bersama Sekeha Gong Pangkung. Di luar negeri “Mario” diberi julukan The Great Mario seperti yang dikutip Soedarsono (1953) dalam (naskah) bukunya, namun buku itu tidak dipublikasikan.

Selain sebagai guru tari, I Ketut Mario pernah pula bekerja di instansi Pemerintah Belanda (1938), yakni di Kantor Landschap Tabanan selanjutnya pindah ke Kantor Pengadilan. Mario menikah dengan Ni Made Jereg (kemudian dipanggil Men Rikan) namun tidak dikaruniai anak. Ia lalu mengangkat seorang anak bernama Putu Kerta (meninggal tahun 1993).

Karya I Ketut Mario sekarang hampir tiada tandingannya, khususnya Tari Oleg Tambulilingan. Kalau ada pementasan tari bali di hotel-hotel, Tari Oleg Tambulilingan sering menjadi salah satu sajian. Tarian ini mengesankan suatu keindahan yang romantis, gerak-gerik meliuk-liuk, lemah gemulai seorang putri cantik. Sedangkan Tambulilingan penari laki dengan penampilan gerak tari putra bebancihan menari dengan gagahnya sesuai dengan gerak-gerak Tambulilingan (kumbang) di taman bunga. Tari ini menggambarkan sepasang kumbang (jantan dan betina) sedang mengisap sari bunga di taman, berterbangan ke sana ke mari sambil berkejar-kejaran. Kumbang jantan dan betina memadu kasih dengan suasana romantis di taman bunga. Penonton yang menyaksikan akan diajak berimajinasi dalam suasana romantis.
I Ketut Mario, Sanur Sunrise

I Nyoman Kaler

I Nyoman Kaler menurut Denpasar Culture, lahir pada tahun 1892 di Desa Pamogan, Kecamatan Denpasar Selatan. Ayahnya I Gde Bakta adalah seorang seniman serba bisa pada zamannya. Sang ibu, Ni Ketut Taro, juga memiliki seni Kakeknya, I Gde Salin, kemudian darah ayahnya sendiri merupakan guru tari dan tabuh yang punya nama. Kaler sendiri berguru kepada kakek dan ayahnya, yang nantinya mewariskan padanya tari nandhir, baris kupu-kupu, sisia Calonarang, wayang wong, dan parwa.

I Nyoman Kaler tak pernah mengenyam pendidikan formal, sebab seingatnya, sampai tahun 1900 di Denpasar belum dibuka sekolah-sekolah. Namun kemampuannya baik baca tulis aksara Bali maupun huruf Latin tak bisa diragukan. Kepandaian ini didapat dari pendidikan non-formal di sela-sela kesibukannya memperdalam seni tari dan tabuh.

Dalam penguasaan tari dan tabuh pagambuhan ia sempat dididik oleh I Gusti Gede Candu, I Made Sariada, I Made Nyankan. semuanya dan Denpasar, dan I Made Sudana dari Tegal Taniu. Pada tahun 1918, dalam usia 26 tahun, I Nyoman Kaler memperdalam tari Legong Kraton pada gurunya, Ida Bagus Boda dari Kaliungu Klod, Denpasar. Tahun 1924 memperdalani tari dan tabuh pada Anak Agung Rai Pahang dari Sukawati Gianyar.

I Nyoman Kaler sangat terkesan pada gurunya yang satu ini. Cara mengajar gurunya yang luar biasa itu memungkinkan I Nyoman Kaler memahami seluk-beluk dan gerak tari dengan mendalam. Dia pun menjadi murid kesayangan karena bakatnya yang mengagumkan sampai-sampai sang guru menganugerahkan seekor kuda pada murid yang rajin ini.

I Nyoman Kaler menguasai hampir seluruh perangkat gambelan Bali dan memahami betul semua gending-gending pegongan, gender, angklung, semar pagulingan, dan sebagainya. Dari pengetahuan yang dimiliki maka Nyoman Kaler telah mulai mengajar sejak tahun 1918.

Deskripsi Profesi:
Hampir sepenuhnya riwayat hidup Nyoman Kaler diabdikan untuk kesenian. Dari tahun 1918 - 1959 Kaler bak bintang yang menyala. Karya dan pemikirannya terhadap seni tumbuh subur. Sebagai seorang guru seni, Nyoman Kaler melahirkan banyak seniman tari yang belakangan namanya juga menjadi cukup monumental. Mulai dari mendirikan sekaa Legong Kraton di Pura Jurit Klandis, Denpasar, tahun 1924, yang nantinya melahirkan penari Ni Ketut Ciblun dan Ni Ketut Polok. Pada tahun yang sama, ia mengajar pula tari janger di Banjar Kedaton, dari sini lahir penari terkenal Ni Gusti Ayu Rengkeng, Ni Ketut Reneng, Ni Rening, dkk. Pada tahun 1933 ia mengajar Legong Kebyar di Banjar Lebah, Kesiman, melahirkan penari I Wayan Rindi, Ni Luh Cawan, Ni Sadri.

Penghargaan:
  • Atas pengabdiannya terhadap seni, ia telah menerima penghargaan tertinggi bidang seni dari pemerintah RI pada 1968 yakni Wijaya Kusuma dan pada 1980.
  • Dharma Kusuma dari Pemda Bali. 
  • Selain itu, ia pernah mengikuti muhibah ke Singapura, Srilangka dan India. 

I Wayan Rindi adalah salah satu
  murid dari I Noman Kaler
Beberapa hasil karya tari I Nyoman Kaler yaitu :

I Wayan Rindi

I Wayan Rindi adalah tokoh seniman tari Bali yang memiliki kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali.  Dia juga dikenal sebagai pencipta atau koreografer bentuk modern dari Tari Pendet

Seperti di kutip dari tulisan Wayan Kun Adnyana di Harian Bali Post, I Wayan Rindi lahir di Banjar Lebah Denpasar pada tahun 1917, yang sewaktu usia kanak-kanak dipungut seorang petani Banjar Tegal Linggah.


Oleh petani inilah, Rindi dikenalkan dengan dunia tari lewat empu tari ternama, seperti I Wayan Lotering dari Kuta, I Nyoman Kaler dari Pemogan, serta oleh penabuh I Regog dari Ketapian. Dari tempaan energi-energi seni bertuah para maestro inilah, Rindi lahir dan tumbuh menjadi seniman tari yang utuh; praksis penguasaan teknik tari berenergi taksu, sekaligus pula menubuhkan citarasa intuisi yang selalu berkembang maju.



Kisah Rindi berawal pada 1930-an, ketika tiba-tiba masyarakat Badung dikejutkan kehadiran tari Gandrung Lawangan. Masyarakat begitu terpesona gerak berasa seorang penari belasan tahun. Siapa sangka penari Gandrung berkarisma itu ternyata I Wayan Rindi.

Dalam deskripsi profesi I Nyoman Kaler, Pada tahun 1933 bersama Ni Luh Cawan dan Ni Sadri, I Wayan Rindi juga belajar  Legong Kebyar di Banjar Lebah, Kesiman.

I Wayan Rindi
Photo dari Legong dancers Ni Cawan, Wayan Rindi and Wayan Sadri circa 1930

Tari Kecak

Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan" seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.

Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.

Keunikan.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya  memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak.

Lukisan Tari Kecak oleh Pelukis : I Made Adi Antara

Ditambahkan oleh TariKecak.com, Tarian Kecak ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan dengan sunset atau matahari tenggelam.

Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti :
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.
Pementasan Tari Kecak di Pura Uluwatu

Tari Tenun

Dipentaskan oleh satu wanita atau lebih. "Tenun" berasal dari kata kerajinan memintal atau membuat pakaian seperti kamen batik, sarung atau sulaman Bali lainnya oleh para pengerajin wanita yang biasanya dikerjakan di rumah atau industri rumah tangga.
Tari ini merupakan inspirasi dari keuletan dan kerapian dari setiap hasil tenun.

Tari Tenun nyomananuh's photostream

Ditambahkan, Tari Tenun menurut Babad Bali melukiskan seorang wanita Bali yang sedang menenun. Dalam tarian ini dilukiskan keindahan gerak-gerakan memintal benang, mengatur benang dan ketrampilan tangan dan jari pada kegiatan menenun.
Tari Tenun diciptakan oleh I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes tahun 1957.



Tari Tenun

Tari Teruna Jaya

Tari ini termasuk tari tunggal yaitu hanya dipentaskan oleh satu orang dengan gerakan yang agak keras dan semangat.

Tari Teruna Jaya menurut budaya-indonesia adalah suatu tarian yang berasal dari daerah Bali Utara (Buleleng) yang melukiskan gerak-gerak seorang pemuda yang menginjak dewasa, sangat emotional, tingkah atau ulahnya senantiasa untuk menarik  hati wanita. Tari Teruna Jaya termasuk tari putra keras yang biasanya ditarikan oleh penari putri. Tari ini merupakan ciptaan Pan Wadres dalam bentuk Kebyar Legong yang kemudian disempurnakan oleh I Gede Manik.
[BALI] Teruna Jaya (Semara Ratih) [GAMELAN]

Tari Panyembrama

Dipentaskan oleh penari - penari wanita secara berkelompok. Dirancang sedemikian rupa baik Lirik mata, senyum, keceriaan dari setiap gadis yang membawakan tarian ini sehingga seirama dengan musik, atau gamelan, hentakan kaki,  gemulai tangan, kelembutan jari jemari, gerakan tubuh serta goyangan pinggulnya membuat nilai tambah dari keramahan dibandingkan dengan tarian Bali lainnya dalam hal penyambutan.
Di Bali, selain digunakan sebagai tari penyambutan, tari ini juga sering dipentaskan dalam upacara agama hindu di pura sebagai tari pelengkap persembahan sebelum tari sanghyang atau rejang.
Gamelan yang digunakan dalam tarian ini adalah gong kebyar dan dalam pentas menggunakan pakaian adat Bali.

Lukisan Tari Panyembrama

Larik kata Panyembrama menurut rajaraja.com,
bermakna penyambutan, dimana hal tersebut terangkum pada gerak tari ini yang melukiskan keramahan serta penghormatan. Serpih-serpih kembang yang ditaburkan ke hadapan para tamu adalah ungkapan selamat datang. Tari ini tercipta awal tahun tujuh puluhan oleh seniman I Nyoman Kaler (Alm).


[BALI] Panyembrama (Jaya Swara) [GAMELAN]

Tari Gabor

Tari Gabor dalam Budaya Indonesia, berhubungan erat dengan Tari Pendet, yang juga berasal dari Bali. Ia sangat mirip satu sama lain. Kedua tari ini awalnya ditujukan untuk acara religius atau kegiatan sakral lainnya. Tari ini dibuat tahun 1969 oleh I Gusti Raka. Ia kemudian dimodifikasi oleh I Wayan Beratha tahun 1970.


Tari Gabor

Tari Cendrawasih

Busana ditata sedemikian rupa, sehingga Tari Cendrawasih dari Bali ini menggambarkan keindahan dan keelokan burung cendrawasih di Lombok dan di pegunungan Irian Jaya.

Lukian Burung Cendrawasih oleh ILHAM

Kisah yang digambarkan di dalam Tari Cendrawasih menurut Babad Bali adalah kehidupan burung Cendrawasih di pegunungan Irian Jaya pada masa birahi.
Tari duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan.
Tarian ini di ciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.


Ditambahkan juga, Tari Cendrawasih dalam Budaya Indonesia juga menggambarkan tentang keelokan burung Cenderawasih yang mendiami bagian timur Pulau Lombok.
Tari Cendrawasih

Tari Belibis

Tarian burung belibis yang bisa berbicara manusia dan diciptakan tahun 1984.

Tari Belibis dalam Album Foto Blog Baliwww

Tari Belibis ini menurut ngurahpandu4mgg dalam wordpress mengisahkan Prabu Angling Dharma yang dikutuk istrinya menjadi seekor burung belibis. Dalam pengembaraannya, ia bertemu dengan sekawanan burung belibis, namun ia tidak diterima dalam kelompok itu karena bisa berbicara seperti manusia. Gerak tari ini menunjukkan penampilan yang menarik dan harmonis dengan gamelan yang mengiringinya.

Ditambahkan pula, Tari Belibis dalam Babad Bali bahwa tari ini dibawakan oleh 7 orang penari wanita, tari belibis diciptakan pada tahun 1984 oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem sebagai koreografer dan I Nyoman Windha sebagai komposernya.
Tari Belibis

Tari Sekar Jagat

Tari Sekar Jagat ini biasanya ditarikan oleh para wanita. Berasal dari kata "Sekar" berarti bunga yang harum dan "Jagat" adalah dunia sehingga tari ini berarti tarian bunga di taman yang harum di seluruh dunia.

Tari ini menggambarkan damainya dunia dengan semerbak kembang - kembang bunga yang menghiasinya.

Ditambahkan dalam Budaya Bali, Tari Sekar Jagat ini diciptakan oleh Swasthi Widjaya Bandem dan gambelan (music traditional bali ) oleh Bapak I Nyoman Windha pada tahun 1993
Tari Sekar Jagat.
Dibuat tahun 1993 oleh Swasthi Widjaya Bandem dan musiknya ditulis oleh I Nyoman Windha.
[Youtube Description]

Tari Margapati

Tari Margapati ini berasal dari kata "Marga". Di Bali, kata marga adalah sebutan dari kata "jalan" atau "margi" seperti "Marga Tiga" yaitu jalan simpang tiga dan "pati" merupakan kematian atau meninggal dunia sehingga tari ini mungkin berarti jalan menuju kematian atau tarian yang menggambarkan kesalahan jalan seorang wanita, karena tari ini biasanya ditarikan oleh seorang penari wanita dengan gerakan - gerakan yang menyerupai seorang laki - laki.

Foto Tari Margapati oleh Agus Veri
Dari keterangan Foto diatas oleh Agus Veri, Tari Margapati ini adalah buah karya dari Bapak Nyoman kaler dan diciptakan pada tahun 1942. Juga Margapati diartikan yaitu : Kata marga berasal dari ‘mrega’ yang berarti binatang, sedang pati berarti mati. Gerak-gerik raja hutan yang sedang mengintai dan siap membinasakan mangsanya telah memberikan inspirasi pada penciptanya untuk menggubah tarian ini.
Tari Margapati

Tari Kebyar Duduk

Dalam Babad Bali, Tari Kebyar Duduk ini juga disebut tari kebyar trompong dan merupakan ciptaan I Ketut Mario dari Tabanan pada tahun 1925. Tari ini disebut Kebyar Duduk oleh karena sebagian besar gerak-gerakan tarinya dilakukan dalam posisi duduk dengan kedua kaki menyilang (bersila).

Tari Kebyar Duduk menggambarkan kemahiran seorang pemuda yang menari dengan lincahnya dengan posisi duduk mengikuti irama gamelan.
Tari Kebyar Duduk

Tari Panji Semirang

Tari Panji Semirang dalam Babad Bali, menggambarkan pengembaraan Galuh Candrakirana yang menyamar sebagai seorang lelaki untuk mencari kekasihnya Raden Panji Inu Kertapati. Tari ini termasuk tari putra halus biasanya ditarikan oleh penari putri.

Tari Panji Semirang adalah ciptaan I Nyoman Kaler pada tahun 1942.
Tari Panji Semirang

Tari Manuk Rawa

Penari wanita ini merupakan tarian kreasi baru yang menggambarkan perilaku sekelompok burung (manuk) air (rawa) sebagaimana yang dikisahkan didalam cerita Wana Parwa dari Epos Mahabharata.

Gerakan tarinya diambil dari tari klasik Bali yang dipadukan dengan gerakan tari dari Jawa dan Sunda, yang telah dimodifikasikan sesuai dengan tuntutan keindahan.

Tarian ini diciptakan pada tahun 1981 oleh I Wayan Dibia (koreografer), dan I Wayan Beratha (komposer). Sebelum menjadi sebuah tari lepas, tari Manukrawa merupakan bagian dari sendratari Mahabharata "Bale Gala-Gala" karya tim sendratari Ramayana/ Mahabharata Propinsi Bali yang ditampilkan dalam Pesta Kesenian Bali tahun 1980. Tari Manuk Rawa dalam artikel Babad Bali
Tari Manuk Rawa

Tari Kupu - Kupu

Tari Kupu-kupu ini menggambarkan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain.

Tarian ini merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1960-an.


[Tari Kupu - Kupu Babad Bali Articles
Tari Kupu Kupu Tarum - Ubud - Bali

I Wayan Beratha

Seniman Tari Bali I WAYAN Beratha lahir dari keluarga seniman tahun 1926, di Banjar Belaluan Denpasar. Kini menetap di Banjar Abian Kapas Kaja. Kakeknya, I Ketut Keneng (1841-1926) adalah seniman besar pada zamannya. Sang kakek adalah ahli karawitan dan pagambuhan. Hampir sebagian besar kehidupan Pekak(Kakek) Keneng ini diabdikan untuk keluarga Puri Denpasar. la adalah kesayangan Raja I Gusti Agung Ngurah Denpasar. Malah pengabdiannya berlangsung Terus hingga Puputan Badung meletus tahun 1906.
 

I Ketut Keneng, sang kakek, mempunyai dua orang putra, yakni I Made Regog dan I Nyoman Regig. Dua saudara kakak-beradik ini juga adalah seniman. I Made Regog inilah yang nantinya menjadi ayah I Wayan Beratha. Sebagai seniman besar, sang ayah, I Made Regog, memperoleh sejumlah penghargaan, di antaranya Piagam Anugerah Seni dari Pemerintah Pusat, diterima 13 Juli 1977. Piagam Kerti Budaya dari Bupati Badung I Made Dana tahun 1974. Piagam Dharma Kusuma dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Bali pada 5 April 1986.
 

Pendidikan formal I Wayan Beratha hanya sempat di tempuh selama lima tahun di Sekolah Rakyat. Sejak kecil Beratha telah mengenal betul nada gambelan. Maklum, di rumahnya sendiri tersedia beragam gambelan Bali. Ayahnya I Made Regong memang berharap supaya Wayan Beratha nantinya bisa meneruskan tradisi keluarganya. Maka tak terelakkan lagi, pada sang ayah sendirilah mula pertama la berguru. Umur 15 tahun Beratha mendapat tugas berat, yakni membina sekaa-sekaa yang tadinya telah dibina ayahnya sendiri.
 

Selain pada ayahnya sendiri, Beratha juga sempat berguru pada sejumlah tokoh seni terkenal, di antaranya Ida Bagus Boda dari Kaliungu, dari guru ini Beratha mendapat pelajaran karawitan dan tari palegongan. Ini dilakukannya pada tahun 1963. Dan tahun 1969 la berguru pada I Nyoman Kaler, di sini ia memperdalam tari-tarian klasik beserta tabuh gong kebyar. Sementara dari I Made Grebeg ia mendapat pendalaman tari jauk.
 

Di tahun 1957 di Banjar Belaluan, ia mendirikan Sekaa Gong Sad Merta, dan Beratha sendiri sempat mengajar tari dan tabuh. Pada tahun ini pula I Wayan Beratha telah mengajar di sejumlah sekaa gong di Bali, di antaranya; di Kerambitan Tabanan, Banjar Delodpeken, Singaraja, Banjar Pikat Klungkung, dsb. Tahun 1958 muncul karya monumentalnya dalam bentuk tarian, yakni Tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani.
 

Dalam hal seni karawitan, Beratha mempunyai pandangan yang sangat terbuka, membuang fanatisme kedaerahan, Maka pada tahun 1957 - 1959, ia mulai menyadap pembauran warna gambelan yang meretas jauh pola-pola kedaerahan. Pola-poia ini menurutnya disebabkan oleh adanya kompetisi di zaman raja-raja yang berlangsung hingga zaman penjajahan. Maka ia memberanikan diri mempelajari karawitan Bali Utara dan mengajarkan karawitan Bali Selatan di seluruh Bali. Di Buleleng Beratha bertemu dengan tokoh kawakan dalam karawitan, yakni I Gede Manik. Di Jagaraga dan Bubunan dua tokoh Bali Selatan dan Bali Utara ini sering bertemu. Lalu jadilah I Cede Manik dan I Wayan Beratha jembatan gaya "Bali Selatan dan Utara.
 

Tahun 1966 Beratha mencoba bereksperimen meneruskan tradisi keluarganya sebagai pelaras gambelan, ia membuat satu tungguh Gangsa berlaras pelog lima nada dengan bahan per mobil. Hasilnya sangat memuaskan. Maka jadilah I Wayan Beratha pelaras gambelan paling laris di Denpasar.
 

Sementara itu la juga bersemangat dalam pengembangan seni tari. Tahun 1966 bersama guru-guru SMKI Denpasar ia mendirikan kursus tari Bali Krida Laksana dengan ia sendiri menjadi salah satu pengajarnya Sebelumnya, di tahun 1964, Beratha melawat ke negeri Paman Sam, dalam rangka New York Fair. Kehadirannya saat itu sebagai pemimpin teknis pada seksi Bali, guna memperkenalkan revolusi Indonesia di luar negeri. Pada acara itu ia berkesempatan menyajikan eksperimen gambelan Bali lewat tabuh Gesuri.
 

Di Bali tahun 1967 didirikanlah lembaga pembinaan kesenian bernama Listibya dan Beratha termasuk salah seorang anggota majelis bersangkutan. Pengalaman Beratha dalam misi kesenian memang penuh sesak,baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pertama kali tahun 1956 ia ikut misi kesenian Indonesia/Bali ke RRC, mengadakan pertunjukan di kota Kanton, Peking, Shanghya, Nanking, Hansan, Sin Nian, Canocun dan Hong-Can. Pada tahun 1962 bersama-sama seribu orang penari pendet ia turut serta dalam pembukaan Asian Games di Jakarta, Tahun 1963 ia ikut memeriahkan konferensi antar-KOKAR di Solo. Tahun 1963 ini pula memimpin sekaa Gong Sad Merta ke Surabaya, memeriahkan ulang tahun Universitas Airlangga. Tahun 1965 ia ke Semarang, menyertai para Siswa KOKAR Bali menyelenggarakan Bali Night, sebulan kemudian juga diselenggarakan di Bandung.
 

Kunjungannya ke luar negeri semakin padat, di Tahun 1963 ia ikut misi kesenian ke Muangthai, di bawah pimpinan Prof. Dr. Priyono. Di tahun yang sama ia pentas keliling Uni Soviet dengan kedudukan sebagai pemimpin teknis. Tiga tahun berikutnya, tahun 1966 di bawah pimpinan Mentri P.D & K Priyono ia ke Filipina dan menari di Manila, Bagib City, Dawai, dan Cebu. Demikianhh berturut-turut dari tahun 1966-1981 ia membawa misi kesenian diberbagai kota luar negeri, di antaranya Paris, Perancis, di Istana Ratu Yuliana, Iran, India, Australia, Jerman Barat, Italia, dan Jepang.
 

Sebagai seorang seniman Beratha mempunyai karya yang melimpah baik tari maupun tabuh, dan kurang lebih empat puluhan karya cipta drama tari Sendratari. Dan di tahun 1972 berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I No.0126/U/1972 dan Mentri Mashuri ia menerima Anugerah Seni Nasional. Sebelumnya, la juga memperoleh Piagam Dharma Kusuma dan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra dan sejumlah piagam lainnya, namun sayang ia lupa kapan pastinya penghargaan itu diterima.

Deskripsi Profesi:
• Seniman Tari dan Tabuh • Mengajar di sejumlah sekaa gong di Bali, di antaranya; di Kerambitan Tabanan, Banjar Delodpeken, Singaraja, Banjar Pikat Klungkung, dsb. Tahun 1958 muncul karya monumentalnya dalam bentuk tarian, yakni Tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani.

Penghargaan:
• Tahun 1972 berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I No.0126/U/1972 dan Mentri Mashuri ia menerima Anugerah Seni Nasional. • Memperoleh Piagam Dharma Kusuma dan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra dan sejumlah piagam lainnya, namun sayang ia lupa kapan pastinya penghargaan itu diterima.


Informasi didapatkan dari buku berjudul "SOSOK SENIMAN & SEKAA KESENIAN DENPASAR" yang diterbitkan oleh Pemda Kodya Denpasar.
Koleksi Photo I Wayan Beratha isi-dps.ac.id

Tari Puspa Wresti

Tari yang memadukan pola-pola gerak beberapa tarian upacara seperti Gabor, Rejang dan Baris Gede ini merupakan tari penyambutan (puspa=: bunga, wresthi=: hujan) yang ditarikan oleh sekelompok penari pria dan wanita. Para penari wanita membawa bokor atau cawan berisikan bunga yang berwarna-warni yang dikawal oleh penari pria yang membawa tombak.

Tarian ini menggambarkan sekelompok muda-mudi yang dengan penuh rasa hormat dan ramah tamah menyambut kedatangan para tamu yang berkunjung ke desa mereka.

Tarian ini merupakan ciptaan bersama dari I Wayan Dibia (penata tari) dengan I Nyoman Windha (penata karawitan) pada tahun 1981. Demikian 
Tari Puspa Wresti ini ditulis dalam Babad Bali
Tari Puspa Wresti

Tari Jauk

Tari Jauk ini menggambarkan raja atau pemimpin yang sangat angkuh dan sombong seperti raksasa bermahkotakan raja.

Ditambahkan oleh I Made Sutrisna dalam pergelaran tari klasik Bali, Tari Jauk ini gerak-geriknya cenderung kasar dan tidak menghiraukan sopan santun.

Lukisan Tari Jauk
Wikansadewa menulis dalam blogspot, Tari Jauk dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Jauk keras, seperti namanya, gerakannya pun lebih bringas. dimana gerakannya lebih energik dan gambelan gongnya pun cepat. biasanya mempunyai standar gerakan sendiri. Topeng yang di pakai adalah topeng yang berwarna merah, dimana menggambarkan keberingasan sang Raksasa.
Topeng yang dipakai seperti ini. jadi merah, ada kumis dan mata melotot tajam. menggambarkan kebringasan.

2. Jauk Manis, jauk ini seperti namanya, mempunyai gerakan yang lebih berwibawa. aslinya jauk manis ini pakaiannya sama dengan jauk keras tapi bedanya ada di topengnya dimana topengnya berwarna putih dan kelihatan lebih berwibawa.
Karena jauk Manis ini jauh lebih fleksibel dari jauk keras, para seniman tari di Bali akhirnya mengimprovisasi dan membentuk tarian jauk yang berbeda. misalnya Topeng tua, tari ini termasuk tari topeng jauk. dimana menggambarkan orang tua. jadi gerakannya pun mirip seperti orang tua. itulah keunggulan jauk manis yaitu topengnya lebih lembut dari jauk keras.
Tari Jauk KerasTari Jauk Manis

Tari Nelayan

Tari Nelayan ini adalah tarian laki - laki yang dipentaskan secara berkelompok dan biasanya diiringi oleh gamelan gong kebyar.

Photo Nelayan di Jimbaran

Sebagai tambahan dalam Babad Bali, Tari Nelayan  merupakan tari Bali yang menggambarkan kehidupan para nelayan di laut yang hidup dari hasil menangkap ikan.
Tari ini banyak menampilkan gerak-gerak seperti mendayung, melempar jala, tertusuk duri ikan dan lain sebagainya.
Tari ini adalah ciptaan I Ketut Merdana dari Buleleng sekitar tahun 1960.
Tari Nelayan

Tari Oleg Tamulilingan

Tari Oleg Tamulilingan dalam Babad Bali, semula dinamakan Tambulilingan Mangisep Sari.
Lukisan Tari Oleg Tamulilingan
Anak Agung Gede Sobrat
1970

Oleg dapat berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tambulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tambulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman. 

Tarian ini sangat indah.diciptakan oleh : I Ketut Mario (1952)

Tari Oleg Tamulilingan

Tari Wirayuda

Tarian yang menggambarkan kepahlawanan ini menurut Babad Bali, Tari Wirayuda  dikembangkan dari beberapa jenis tari Baris Gede (tari Baris upacara) terutama sekali Baris Tumbak atau Baris Katekok Jago.


Foto Seniman Cilik Tari Wirayuda oleh Gede Semara

Ditarikan oleh antara 2 sampai 4 pasang penari pria bersenjatakan tombak, tari ini menggambarkan sekelompok prajurit Bali Dwipa yang sedang bersiap-siap untuk maju ke medan perang.

Memakai hiasan kepala berbentuk udeng-udengan, tarian yang merupakan produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong ini adalah ciptaan I Wayan Dibia pada tahun 1979.

 
Tari Wirayuda

Tari Baris

Tari Baris menurut Babad Bali merupakan tarian pasukan perang. "Baris" yang berasal dari kata bebaris yang dapat diartikan pasukan maka tarian ini menggambarkan ketangkasan pasukan prajurit. Tari ini merupakan tarian kelompok yang dibawakan oleh pria, umumnya ditarikan oleh 8 sampai lebih dari 40 penari dengan gerakan yang lincah cukup kokoh, lugas dan dinamis, dengan diiringi Gong Kebyar dan Gong Gede.

Lukisan Tari Baris (1995). A.A Gde Anom Sukawati

Tari-tarian Baris yang masih ada di Bali :
1. Baris Katekok Jago
Baris yang membawa senjata tombak poleng (tombak yang tangkainya berwarna hitam dan putih) dan berbusana loreng hitam putih ditarikan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben). Umumnya ada di daerah Badung dan Kodya Denpasar. Sedang tarian Baris sejenis di Buleleng disebut Baris Bedug dan di Gianyar disebut Baris Poleng.
2. Baris Tumbak
Baris yang membawa senjata tombak dan berbusana awiran berlapis - lapis ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya, banyak dijumpai di daerah Badung, Bangli dan Gianyar.
3. Baris Dadap
Baris yang membawa senjata dapdap (semacam perisai), gerakannya lebih lembut dari jenis-jenis tari Baris lainnya dan penarinya menari sambil menyayikan tembang berlaras slendro dengan diiringi gamelan Angklung yang juga berlaras slendro dan ditarikan dalam upacara Dewa Yanya kecuali di daerah Tabanan ditarikan dalam upacara Pitra Yadnya, banyak dijumpai didaerah Bangli, Buleleng, Gianyar dan Tabanan.
4. Baris Presi
Para penari baris ini membawa senjata keris, dan sejenis perisai yang dinamakan presi. Diadakan dalam kaitannya dengan upacara Dewa Yadnya. Banyak dijumpai di daerah Bangli dan Buleleng.
5. Baris Pendet
Tari baris yang para penarinya tampil tanpa membawa senjata perang melainkan sesaji (canang sari), ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya. Di desa Tanjung Bungkak (Denpasar) penari baris ini membawa canang yang disebut canang oyod dan pada bagian akhir tariannya, para penari menari menggunakan kipas sambil "ma-aras-arasan" atau bersuka ria.
6. Baris Bajra
Baris yang membawa senjata gada dengan ujungnya berbentuk bajra (seperti gada Bhima) dan ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya serta dapat dijumpai di daerah Bangli dan Buleleng.
7. Baris Tamiang
Baris yang membawa senjata keris dan perisai yang dinamakan Tamiang, dapat dijumpai di daerah Badung.
8. Baris Kupu-Kupu
Sesuai dengan temanya, tari Baris ini melukiskan kehidupan binatang kupu-kupu dan penarinya mengenakan sayap kupu-kupu, gerakannya lincah dan dinamis menirukan gerak-gerik kupu-kupu. Hingga kini tari ini ada di desa Renon dan Lebah (Denpasar).
9. Baris Bedil
Baris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa imitasi senapan berlaras panjang (bedil) terbuat dari kayu, ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Klungkung, Bangli dan Badung.
10. Baris Cina
Tari Baris ini diduga mendapat pengaruh budaya Cina, keunikannya terlihat dari tata busana (celana panjang dengan baju lengan panjang, selempang kain sarung, bertopi, berkacamata hitam serta memakai senjata pedang), geraknya (mengambil gerakan pencak silat), dan iringannya (gamelan Gong Bheri yaitu Gong tanpa moncol). Tarian ini menggambarkan pasukan juragan asal tanah Jawa yang datang ke Bali. Tarian ini ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di desa Renon dan Belanjong, Sanur (Denpasar).
11. Baris Cendekan
Baris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata tombak yang pendek (cendek), ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya.
12. Baris Panah
Baris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata panah dan ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya, terdapat di daerah Buleleng dan di Bangli.
13. Baris Jangkang
Baris ini ditarikan oleh penari-penari yang membawa senjata tombak panjang, ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Bangli, Gianyar, dan Klungkung (Nusa Penida).
14. Baris Gayung
Baris ini ditarikan oleh sekelompok penari yang terdiri dari para pemangku dengan membawa gayung atau cantil (alat untuk membawa air suci), ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Bangli, Gianyar serta Badung.
15. Baris Demang
Ditarikan oleh sekelompok penari yang menggambarkan tokoh Demang (salah satu dari tokoh Pagambuhan) dalam drama tari klasik Gambuh dengan senjatanya pedang, tumbak, panah dan lain-lainnya. Tari Baris ini terdapat di daerah Buleleng.
16. Baris Cerekuak
Tarian yang menggambarkan gerak-gerik sekelompok burung air (cerekuak) ketika mencari kekasihnya, burung manuk dewata. Para penarinya memakai busana babuletan (kain yang dicawatkan sampai di atas lutut) dengan hiasan dari daun- daunan pada sekujur tubuh dan kepala, hanya ditampilkan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben) dengan Gamelan pengiringnya Batel Gaguntangan. Tarian baris tersebut terdapat di daerah Tabanan.
17. Baris Mamedi
Tarian ini menggambarkan sekelompok roh halus (mamedi) yang hidup ditempat angker seperti kuburan, para penarinya memakai busana yang terbuat dari dedaunan dan ranting yang diambil dari kuburan. Gamelan pengiring tarinya gamelan Balaganjur. Tarian diselenggarakan dalam rangka upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan terdapat di daerah Tabanan.
18. Baris Ketujeng
Tari ini menggambarkan sekelompok roh halus yang hidup di tempat angker yang dimaksudkan sebagai tari pengantar atman orang yang meninggal menuju sorga, dibawakan oleh sekelompok penari yang mengenakan busana dari dedaunan. Tari baris ini dipertunjukan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben).
19. Baris Gowak
Tarian yang melukiskan peperangan antara pasukan Tegal Badeng (Badung) dengan sekelompok burung gagak pembawa kematian, di mana beberapa pasang penarinya memerankan prajurit Tegal Badeng dan yang lainnya sebagai sekelompok burung gagak dengan kostum yang memakai sayap. Tarian ini sangat disucikan oleh masyarakat desa Selulung, Kintamani (Bangli) dan terdapat dalam Upacara Dewa Yadnya.
20. Baris Omang
Tari Baris yang mempergunakan senjata tombak tetapi gerakannya perlahan-lahan seperti jalannya siput (Omang), menggambarkan pertempuran antara pasukan Tegal Badeng (Badung) dengan pasukan Guwak (burung gagak). Tarian ini sangat disucikan oleh masyarakat Selulung (Kintamani - Bangli, dan terdapat dalam upacara Dewa Yadnya.
21. Baris Jojor
Tarian baris yang ditarikan sekelompok penari dengan membawa senjata Jojor (tombak bertangkai panjang) terdapat dalam upacara Dewa Yadnya dan ada di daerah Buleleng, Bangli dan Karangasem
22. Baris Kuning
Merupakan tarian upacara Dewa Yadnya yang ditarikan oleh sekelompok penari pria yang berbusana serba kuning dan bersenjatakan keris dan tamiang (perisai), terdapat di daerah Buleleng.
23. Baris Tengklong
Tari yang dibawakan oleh sekelompok penari dengan senjata pedang, gerakannya dinamis, perkasa dan mendekati gerakan pencak silat. Khusus ditampilkan dalam upacara di Pura Penambangan Badung, tepatnya di desa Pamedilan Kodya Denpasar.
24. Baris Kelemet
Tarian ini dibawakan oleh sekelompok penari yang memerankan para nelayan, dengan senjata semacam dayung dan menggambarkan orang naik sampan di laut untuk menangkap ikan, tari ini ada dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Badung.

Semara Ratih performs Baris Dance

Tari Legong

Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para penarinya kecuali Condong. Kata Legong menurut Babad Bali berasal dari kata "leg" yang artinya luwes atau elastis dan kemudian diartikan sebagai gerakan lemah gemulai (tari). Selanjutnya kata tersebut di atas dikombinasikan dengan kata "gong" yang artinya gamelan, sehingga menjadi "Legong" yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong Kraton adalah merupakan perkembangannya kemudian. Adakalanya tarian ini dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan tokoh Condong sebagai pembukaan dimulainya tari Legong ini, tetapi ada kalanya pula tari Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh Condong lebih dahulu.
Lukisan Tari Legong oleh Ida Bagus Made Poleng
Gamelan yang dipakai mengiringi tari Legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Lakon yang biasa dipakai dalam Legong ini kebayakan bersumber pada:
- Cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
- Cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
- Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
- Kuntul (kisah burung),
- Sudarsana (semacam Calonarang),
- Palayon, Chandrakanta dan lain sebagainya.

Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari: Papeson, Pangawak, Pengecet dan Pakaad

Beberapa daerah mempunyai Legong yang khas, misalnya:
Didesa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang lain, dinamakan Andir (Nandir), Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari Legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
Tari Legong Keraton Part 1 - Ubud - Bali

Tari Sanghyang

Tari Sanghyang merupakan tari kerauhan (trance) karena kemasukan roh (bidadari kahyangan dan binatang lainnya yang memiliki kekuatan merusak seperti babi hutan, monyet, atau yang mempunyai kekuatan gaib lainnya). Tari ini adalah warisan budaya Pra-Hindu yang dimaksudkan sebagai penolak bahaya, yaitu dengan membuka komunikasi spiritual dari warga masyarakat dengan alam gaib. Tarian ini dibawakan oleh penari putri maupun putra dengan iringan paduan suara pria dan wanita yang menyanyikan tembang-tembang pemujaan. Di daerah Sukawati-Gianyar, tari ini juga diiringi dengan Gamelan Palegongan.


Lukisan Mistik Tari Sanghyang Bali Circa 1937

Di dalam Tari Sanghyang menurut Babad Bali,  selalu ada tiga unsur penting yaitu asap/ api, Gending Sanghyang dan medium (orang atau boneka).

Penyelenggaraannya melalui tiga tahap penting yaitu:
1. Nusdus.

Upacara penyucian medium dengan asap/ api
2. Masolah.

Penari yang sudah kemasukan roh mulai menari
3. Ngalinggihang.

Mengembalikan kesadaran medium dan melepas roh yang memasuki dirinya untuk kembali ke asalnya.

Beberapa jenis tari Sanghyang yang hingga kini masih ada di Bali, antara lain:
- Sanghyang Dedari
- Sanghyang Jaran
- Sanghyang Deling
- Sanghyang Sampat
- Sanghyang Bojog
- Sanghyang Celeng

Tari Sanghyang Dedari

Tari Rejang

Tarian yang memiliki gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, ditarikan oleh penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau massal di halaman pura pada saat berlangsungnya suatu upacara. Bisa diiringi dengan gamelan Gong Kebyar atau Gong Gede. Tari Rejang ini menurut Babad Bali, oleh masyarakat Bali dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan status sosial penarinya (Rejang Deha: ditarikan oleh remaja putri), cara menarikannya (Rejang Renteng : ditarikan dengan saling memegang selendang), tema dan perlengkapan tarinya terutama hiasan kepalanya (Rejang Oyopadi, Rejang Galuh, Rejang Dewa dll).


Lukisan Tari Rejang oleh Pelukis : Bawa Antara

Di desa Tenganan, dalam upacara "Aci Kasa" ditarikan tari  :
Rejang Palak
Rejang Mombongin
Rejang Makitut
Rejang Dewa, yang diiringi dengan gamelan Selonding yang masing-masing tarian Rejang tersebut dapat dilihat perbedaannya dari simbol-simbol dan benda sakral yang dibawa penarinya, pola geraknya, cara menarikannya dan tata busananya.

Tari Rejang Dewa

Tari Pendet

Seperti dikutip dari ISI Denpasar, lahirnya tari Pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan seusai pementasan  topeng sidakarya—teater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet. Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga.

Tari Pendet bercerita tentang turunnya dewi-dewi kahyangan ke bumi. Biasanya menurut  gentra.lk.ipb.ac.id, Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan oleh para putri, dan lebih dinamis dari tari Rejang. Ditampilkan setelah tari Rejang di halaman Pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih).

Para penari Pendet berdandan layaknya para penari upacara keagamaan yang sakral lainnya, dengan memakai pakaian upacara, masing-masing penari membawa perlengkapan sesajian persembahan seperti sangku (wadah air suci), kendi, cawan, dan yang lainnya.
Pada dasarnya dalam tarian ini para gadis muda hanya mengikuti gerakan penari perempuan senior yang ada di depan mereka, yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik. Tidak memerlukan pelatihan intensif.

Sejarah Perkembangan. 

1950. Tari Pendet disepakati lahir.
Tari Pendet tetap mengandung anasir sakral-religius dengan menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental. 
Pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang. Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. 
1967. Koreografer bentuk modern Tari Pendet.
Pencipta atau koreografer bentuk modern tari Pendet ini adalah I Wayan Rindi (?-1967), merupakan penari yang dikenal luas sebagai penekun seni tari dengan kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Semasa hidupnya ia aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari Pendet kepada keturunan keluarganya maupun di luar lingkungan keluarganya.
Tari Pendet dari Bali Indonesia