I Ketut Mario

Profil tokoh I Ketut Mario dalam Denpasar Culture adalah sosok penari dan juga salah satu pencipta tarian Bali dan dia mulai belajar menari sejak tahun 1906. Saat belajar menari, usianya kira-kira sebaya dengan anak mulai masuk SD. Dengan demikian Mario diperkirakan lahir 1897. Ia bersaudara lima orang. Orangtuanya hidup dari bercocok tanam. Ketika hasil pertanian kurang baik dan ditambah lagi entah bagaimana kondisi Denpasar kala itu, orangtuanya pindah ke Tabanan. Kurang jelas pula kapan meninggalnya sang ayah, dan hanya ibunyalah yang membesarkannya dengan menjadi abdi di Puri Kaleran Tabanan. Berkat pengabdiannya itu, diberilah tempat tinggal.

Dalam pengabdiannya di Puri Kaleran, tentu I Ketut Mario melakukan segala aktivitas abdi di puri termasuk belajar menari. Anak Agung Made Kaleran melihat Mario punya bakat di bidang menari. Tahun 1906 Mario belajar tari pada dua orang guru tari, yakni Pan Candri dan Salit dari Mengwi Gede. Dengan cepat tarian Sisia Calonarang dapat dikuasainya. Tariannya menawan, gerakannya berkarakter sehingga penggemar Calonarang mengaguminya.

Setelah Sekeka Gong Pangkung terbentuk, Mario ikut bergabung dengan penari-penari seperti I Gusti Rai Geredeg, I Nengah Gawang, dan Wayan Cekeg. Di sekeha gong inilah nama Mario mulai dikenal. Bakat yang dimiliki Mario di bidang tari dan tabuh berkembang sejak dia bergabung dalam Sekeha Gong Pangkung. Di sinilah Mario belajar, berlatih, kemudian mencipta. Ketekunannya membuahkan hasil. Tari Terompong, Tari Kebyar Duduk, Tari Oleg Tambulingan, Tari Sabungan Ayam, Tari Ngejuk Capung dan Tari Kakelik, merupakan hasil daya ciptanya yang diwariskan kepada dunia seni Bali.

Kepekaan perasaan, imajinasi dan ketajaman pikiran I Ketut Mario dalam berkesenian telah menghasilkan karya yang membuat namanya abadi dalam dunia seni tari. Tahun 1958 dia melanglang buana berkat karya seninya. Paris, Amsterdam, London, beberapa kota di AS dan Kanada telah menjadi saksi kepiawaiannya. Tahun 1962 kembali keliling Amerika bersama Sekeha Gong Pangkung. Di luar negeri “Mario” diberi julukan The Great Mario seperti yang dikutip Soedarsono (1953) dalam (naskah) bukunya, namun buku itu tidak dipublikasikan.

Selain sebagai guru tari, I Ketut Mario pernah pula bekerja di instansi Pemerintah Belanda (1938), yakni di Kantor Landschap Tabanan selanjutnya pindah ke Kantor Pengadilan. Mario menikah dengan Ni Made Jereg (kemudian dipanggil Men Rikan) namun tidak dikaruniai anak. Ia lalu mengangkat seorang anak bernama Putu Kerta (meninggal tahun 1993).

Karya I Ketut Mario sekarang hampir tiada tandingannya, khususnya Tari Oleg Tambulilingan. Kalau ada pementasan tari bali di hotel-hotel, Tari Oleg Tambulilingan sering menjadi salah satu sajian. Tarian ini mengesankan suatu keindahan yang romantis, gerak-gerik meliuk-liuk, lemah gemulai seorang putri cantik. Sedangkan Tambulilingan penari laki dengan penampilan gerak tari putra bebancihan menari dengan gagahnya sesuai dengan gerak-gerak Tambulilingan (kumbang) di taman bunga. Tari ini menggambarkan sepasang kumbang (jantan dan betina) sedang mengisap sari bunga di taman, berterbangan ke sana ke mari sambil berkejar-kejaran. Kumbang jantan dan betina memadu kasih dengan suasana romantis di taman bunga. Penonton yang menyaksikan akan diajak berimajinasi dalam suasana romantis.
I Ketut Mario, Sanur Sunrise