I Wayan Beratha

Seniman Tari Bali I WAYAN Beratha lahir dari keluarga seniman tahun 1926, di Banjar Belaluan Denpasar. Kini menetap di Banjar Abian Kapas Kaja. Kakeknya, I Ketut Keneng (1841-1926) adalah seniman besar pada zamannya. Sang kakek adalah ahli karawitan dan pagambuhan. Hampir sebagian besar kehidupan Pekak(Kakek) Keneng ini diabdikan untuk keluarga Puri Denpasar. la adalah kesayangan Raja I Gusti Agung Ngurah Denpasar. Malah pengabdiannya berlangsung Terus hingga Puputan Badung meletus tahun 1906.
 

I Ketut Keneng, sang kakek, mempunyai dua orang putra, yakni I Made Regog dan I Nyoman Regig. Dua saudara kakak-beradik ini juga adalah seniman. I Made Regog inilah yang nantinya menjadi ayah I Wayan Beratha. Sebagai seniman besar, sang ayah, I Made Regog, memperoleh sejumlah penghargaan, di antaranya Piagam Anugerah Seni dari Pemerintah Pusat, diterima 13 Juli 1977. Piagam Kerti Budaya dari Bupati Badung I Made Dana tahun 1974. Piagam Dharma Kusuma dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Bali pada 5 April 1986.
 

Pendidikan formal I Wayan Beratha hanya sempat di tempuh selama lima tahun di Sekolah Rakyat. Sejak kecil Beratha telah mengenal betul nada gambelan. Maklum, di rumahnya sendiri tersedia beragam gambelan Bali. Ayahnya I Made Regong memang berharap supaya Wayan Beratha nantinya bisa meneruskan tradisi keluarganya. Maka tak terelakkan lagi, pada sang ayah sendirilah mula pertama la berguru. Umur 15 tahun Beratha mendapat tugas berat, yakni membina sekaa-sekaa yang tadinya telah dibina ayahnya sendiri.
 

Selain pada ayahnya sendiri, Beratha juga sempat berguru pada sejumlah tokoh seni terkenal, di antaranya Ida Bagus Boda dari Kaliungu, dari guru ini Beratha mendapat pelajaran karawitan dan tari palegongan. Ini dilakukannya pada tahun 1963. Dan tahun 1969 la berguru pada I Nyoman Kaler, di sini ia memperdalam tari-tarian klasik beserta tabuh gong kebyar. Sementara dari I Made Grebeg ia mendapat pendalaman tari jauk.
 

Di tahun 1957 di Banjar Belaluan, ia mendirikan Sekaa Gong Sad Merta, dan Beratha sendiri sempat mengajar tari dan tabuh. Pada tahun ini pula I Wayan Beratha telah mengajar di sejumlah sekaa gong di Bali, di antaranya; di Kerambitan Tabanan, Banjar Delodpeken, Singaraja, Banjar Pikat Klungkung, dsb. Tahun 1958 muncul karya monumentalnya dalam bentuk tarian, yakni Tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani.
 

Dalam hal seni karawitan, Beratha mempunyai pandangan yang sangat terbuka, membuang fanatisme kedaerahan, Maka pada tahun 1957 - 1959, ia mulai menyadap pembauran warna gambelan yang meretas jauh pola-pola kedaerahan. Pola-poia ini menurutnya disebabkan oleh adanya kompetisi di zaman raja-raja yang berlangsung hingga zaman penjajahan. Maka ia memberanikan diri mempelajari karawitan Bali Utara dan mengajarkan karawitan Bali Selatan di seluruh Bali. Di Buleleng Beratha bertemu dengan tokoh kawakan dalam karawitan, yakni I Gede Manik. Di Jagaraga dan Bubunan dua tokoh Bali Selatan dan Bali Utara ini sering bertemu. Lalu jadilah I Cede Manik dan I Wayan Beratha jembatan gaya "Bali Selatan dan Utara.
 

Tahun 1966 Beratha mencoba bereksperimen meneruskan tradisi keluarganya sebagai pelaras gambelan, ia membuat satu tungguh Gangsa berlaras pelog lima nada dengan bahan per mobil. Hasilnya sangat memuaskan. Maka jadilah I Wayan Beratha pelaras gambelan paling laris di Denpasar.
 

Sementara itu la juga bersemangat dalam pengembangan seni tari. Tahun 1966 bersama guru-guru SMKI Denpasar ia mendirikan kursus tari Bali Krida Laksana dengan ia sendiri menjadi salah satu pengajarnya Sebelumnya, di tahun 1964, Beratha melawat ke negeri Paman Sam, dalam rangka New York Fair. Kehadirannya saat itu sebagai pemimpin teknis pada seksi Bali, guna memperkenalkan revolusi Indonesia di luar negeri. Pada acara itu ia berkesempatan menyajikan eksperimen gambelan Bali lewat tabuh Gesuri.
 

Di Bali tahun 1967 didirikanlah lembaga pembinaan kesenian bernama Listibya dan Beratha termasuk salah seorang anggota majelis bersangkutan. Pengalaman Beratha dalam misi kesenian memang penuh sesak,baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pertama kali tahun 1956 ia ikut misi kesenian Indonesia/Bali ke RRC, mengadakan pertunjukan di kota Kanton, Peking, Shanghya, Nanking, Hansan, Sin Nian, Canocun dan Hong-Can. Pada tahun 1962 bersama-sama seribu orang penari pendet ia turut serta dalam pembukaan Asian Games di Jakarta, Tahun 1963 ia ikut memeriahkan konferensi antar-KOKAR di Solo. Tahun 1963 ini pula memimpin sekaa Gong Sad Merta ke Surabaya, memeriahkan ulang tahun Universitas Airlangga. Tahun 1965 ia ke Semarang, menyertai para Siswa KOKAR Bali menyelenggarakan Bali Night, sebulan kemudian juga diselenggarakan di Bandung.
 

Kunjungannya ke luar negeri semakin padat, di Tahun 1963 ia ikut misi kesenian ke Muangthai, di bawah pimpinan Prof. Dr. Priyono. Di tahun yang sama ia pentas keliling Uni Soviet dengan kedudukan sebagai pemimpin teknis. Tiga tahun berikutnya, tahun 1966 di bawah pimpinan Mentri P.D & K Priyono ia ke Filipina dan menari di Manila, Bagib City, Dawai, dan Cebu. Demikianhh berturut-turut dari tahun 1966-1981 ia membawa misi kesenian diberbagai kota luar negeri, di antaranya Paris, Perancis, di Istana Ratu Yuliana, Iran, India, Australia, Jerman Barat, Italia, dan Jepang.
 

Sebagai seorang seniman Beratha mempunyai karya yang melimpah baik tari maupun tabuh, dan kurang lebih empat puluhan karya cipta drama tari Sendratari. Dan di tahun 1972 berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I No.0126/U/1972 dan Mentri Mashuri ia menerima Anugerah Seni Nasional. Sebelumnya, la juga memperoleh Piagam Dharma Kusuma dan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra dan sejumlah piagam lainnya, namun sayang ia lupa kapan pastinya penghargaan itu diterima.

Deskripsi Profesi:
• Seniman Tari dan Tabuh • Mengajar di sejumlah sekaa gong di Bali, di antaranya; di Kerambitan Tabanan, Banjar Delodpeken, Singaraja, Banjar Pikat Klungkung, dsb. Tahun 1958 muncul karya monumentalnya dalam bentuk tarian, yakni Tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani.

Penghargaan:
• Tahun 1972 berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I No.0126/U/1972 dan Mentri Mashuri ia menerima Anugerah Seni Nasional. • Memperoleh Piagam Dharma Kusuma dan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra dan sejumlah piagam lainnya, namun sayang ia lupa kapan pastinya penghargaan itu diterima.


Informasi didapatkan dari buku berjudul "SOSOK SENIMAN & SEKAA KESENIAN DENPASAR" yang diterbitkan oleh Pemda Kodya Denpasar.
Koleksi Photo I Wayan Beratha isi-dps.ac.id